Meskipun terlihat baik-baik saja, sebenarnya beberapa waktu ini aku cukup berpikir tentang “Siapa aku?”
Jika bukan seorang pekerja atau bukan seorang ibu, lalu siapa aku?
Banyak orang bicara soal tantangan menjadi ibu bekerja, atau mulianya seorang ibu rumah tangga yang mengabdikan waktunya untuk keluarga. Tapi jarang sekali yang membicarakan tentang istri di rumah, perempuan dengan status istri tanpa anak atau pun pekerjaan. Rasanya seperti hilang di tengah keramaian.
Ada momen di mana aku merasa seperti tak berarti, beban suami, tertinggal dari kawan-kawan yang lain. Sampai hari ini pun, perasaan itu tetap ada. Kadang kuabaikan, sering kali tenggelam begitu saja dalam rutinitas harian yang berulang.
"Mungkin aku butuh kehadiran seorang anak." Pikirku sesekali, beberapa kali. Tapi menghadirkan seorang anak ke dunia juga bukan perkara mudah. Bukan keputusanku sepihak. Hal terdekat sebenarnya memang bekerja, tapi aku pun bukannya tak mencari. Hanya kesempatan itu belum datang saja.
Hari-hari yang kulalui sebagai istri di rumah kadang kala membosankan, kadang kesepian juga. Sedikit sekali teman yang bisa diajak bicara saat suami berjuang di pekerjaannya. Kalaupun ada, fasenya berbeda. Perempuan di usiaku, kalau tidak sibuk dengan anaknya, ya sibuk dengan pekerjaannya, atau keduanya.
Kadang aku merasa seperti tidak berada di mana pun. Sedikit frustrasi, sesekali.