Sejak kuliah, aku menyadari satu kebiasaan buruk yang sampai saat ini masih sulit kuhadapi: cemas ketika pekerjaanku tidak rampung, sulit rampung, atau salah.


Saat Cemas Pertama Kali

Aku menyadari hal ini saat kuliah. Satu hari, aku merasa mual sekali. Kupikir, aku mengalami burnout karena padatnya kuliah dan organisasi. Akhirnya, selama dua pekan aku berusaha menenangkan pikiran. Healing, kalau bahasa saat ini.

Aku melakukan segalanya yang kupikir bisa membuatku tenang. Dari maraton film, ke bioskop, main ke mall, jalan-jalan ke gunung, kuliner, tidur panjang, dan lain-lain. Tapi perasaan tidak tenang itu tetap saja tidak mau hilang. Bahkan aku sampai harus ke klinik karena maag yang semakin parah.

Sampai akhirnya, satu hari aku memutuskan untuk mengerjakan tugasku di organisasi. Butuh dua hari sampai pekerjaan itu selesai. Dan setelah itu, semua mual, maag, dan perasaan tidak enak hilang begitu saja.


Kecemasan di Dunia Kerja

Setelah bekerja, perasaan tidak enak itu datang beberapa kali. Seperti saat aku perlu mempelajari cara membaca Laporan Keuangan perusahaan, diminta untuk mewakili tanda tangan oleh atasan di kantor, saat harus melengkapi berkas tanda tangan dalam satu hari, dan tentu saja, saat mengajukan nominal gaji.

Kadang kala, aku berharap aku bisa melupakan dan melompati momen seperti itu begitu saja. Lalu lanjut ke hari berikutnya seperti tidak ada apa-apa. Tapi kan hidup tidak selalu begitu.

Dan sudah beberapa hari ini aku mengalami masalah yang sama. Pekerjaan yang belum selesai tapi tak bisa kuambil alih serta pengajuan nominal fee yang tidak tahu bagaimana nantinya. Hal yang mungkin sederhana bagi orang lain, bisa terasa sangat mencemaskan bagiku. I wish I never say something like that.

Rasanya aku ingin memutar balik waktu dan menyampaikan hal tersebut dengan lebih proper. Atau yah... Rasanya aku ingin kabur saja dan menganggap hal-hal tersebut tidak pernah terjadi. Haha.


Aku ingin berhenti cemas. Rasanya lebih mudah ketika hal-hal yang dicemaskan ada dalam jangkauan diri sendiri. Tapi jadi lebih sulit ketika penyebab cemas itu terkait hal-hal di luar kontrol diri. Jadi, sebaiknya mulai dari mana, ya?

Bagaimana pun, aku harus bisa menyudahi kebiasaan buruk ini, kan?