Saat masih sekolah, aku sering menganggap kalau menjadi dewasa adalah kehilangan. Kehilangan idealisme, kehilangan mimpi, kehilangan bahagia, dan lain-lain. Aku kira, menjadi dewasa akan membuat aku lupa bagaimana rasanya jadi anak-anak. Akan lupa banyak hal penting juga. Jadi, aku menulis banyak sekali pesan buat aku yang lebih dewasa di buku harian.

Sayangnya, buku harian itu sekarang entah dimana. Tapi sebagian pesannya masih aku ingat betul. Kadang masih relevan, kadang tidak relevan lagi. Dan untuk hal-hal yang tidak relevan, aku izinkan diriku melangkah. Lalu aku bilang pada aku yang masih kecil kalau ada hal lebih baik yang kutemui. Karena itu, aku tidak bisa menetap.

Lalu hari ini, tiba-tiba saja aku teringat tentang hal tersebut. Tentang memberi pesan pada aku yang lebih tua lewat tulisan. Supaya suatu hari aku tidak lupa.

Hari ini aku sudah menikah. Usiaku 29 tahun. Tidak terlalu muda memang, tapi tidak terlalu tua juga. Ada banyak hal yang kulihat, yang kupelajari, dan kupahami. Hari ini aku sudah menikah, tapi aku masih belum memiliki anak. Dan itu bukan masalah.

Ada banyak hal yang kupikirkan tentang memiliki anak. Dan aku memiliki suami yang juga tidak masalah dengan keadaan kami. Aku bahagia. Kami bahagia. Tapi, jika suatu hari aku memiliki anak, aku ingin aku ingat beberapa hal:

1. Anak Tidak Minta Dilahirkan ke Dunia

Sebagai anak, banyak dari kita diajarkan untuk berterima kasih pada orang tua. Karena telah melahirkan, membesarkan, menjaga, dan merawat kita. Tapi saat aku menjadi orang tua, sudah seharusnya aku tidak menuntut rasa terima kasih mereka.

Anak lahir karena takdir, tentu saja benar. Tapi orang tua memiliki pilihan untuk memiliki anak atau tidak. Tapi sebagai orang tua, sebelum menjadi orang tua, kita pernah berharap untuk memiliki anak. Kehadiran seorang anak di dunia adalah harapan orang tua, bukan harapan anak.

Jadi, alih-alih menuntut berbagai hal, aku perlu ingat bahwa seharusnya aku berterima kasih atas keberadaannya. Mencintainya dan mengingat bagaimana bahagia yang dia bawa saat pertama kali aku menerimanya berkembang dalam diriku.

2. Anak Tidak Berhutang Apapun

Hubungan orang tua anak bukan investasi. Aku tidak menginvestasikan waktu, uang, dan tenagaku agar anakku bisa membalasnya saat aku tua nanti. Aku tidak mengorbankan mimpi, hidup, dan cita-citaku agar di masa depan dia mau berkorban untuk orang tuanya.

Setiap kebaikan yang kuberikan padanya tidak pernah menjadi hutang. Sebab dia membalasnya saat itu juga. Sebab setiap tawa, bahagia, tenangnya memberikan bahagia. Dan bukankah itu cukup sebagai balasan?

Jika suatu hari dia membalasnya, itu karena kebaikan hatinya. Karena dirinya.

3. Anak Bukan Teman

Aku pikir, menganggap anak sebagai teman adalah hal yang baik. Tapi ternyata tidak selalu begitu. Anak adalah anak. Menjadi teman bagi anak hanya akan membuatnya kehilangan sosok ibu. Aku tidak harus menjadi teman bagi anakku. 

Tapi aku bisa mencoba menjadi ibu baginya. Ada kalanya aku perlu bersikap tegas, ada kalanya aku bersikap lunak dan memberinya kebebasan. Tapi tidak selalu hanya di satu sisi saja.

Selain itu, anak juga bukan teman tempatku berkesah. Aku mungkin akan mengalami hidup yang berat. Atau ada kalanya aku bertengkar sedikit dengan pasanganku. Tapi anak bukan tempatku menceritakan itu semua. Dia bukan terapist atau mediator. Jadi biarlah dia tumbuh sebagaimana seharusnya.

4. Anak Akan Pergi

Suatu hari, anak akan memiliki hidupnya sendiri. Saat dia keluar untuk sekolah, menemukan teman-teman baru, menemukan pasangan, pekerjaan yang dia inginkan, atau bahkan memutuskan untuk jadi mandiri. Semua akan ada waktunya. Dan aku harus belajar siap untuk melepasnya. 

Aku perlu belajar untuk memberi kebebasan padanya. Membiarkan dia memecahkan masalahnya sendiri. Membiarkan dia memilih jalan yang dia rasa tepat. Dan pada akhirnya, membiarkan dia menjalani hidupnya.

5. Anak Akan Tumbuh Besar

Usiaku 29 tahun. Jika tahun ini aku hamil, jarak usiaku dan anak setidaknya sekitar 30 tahun. Atau bahkan lebih. Dari perspektif ini, aku akan selalu melihat anak sebagai anak kecil. Tak peduli berapa usianya.

Tapi aku harus belajar memahami bahwa setiap harinya dia semakin besar. Setiap tahunnya dia akan semakin mandiri. Dan pada akhirnya, dia akan menjadi manusia dewasa dengan hidupnya sendiri.


Mungkin hari ini segini dulu saja. Tentu saja daftar pesan ini bisa semakin banyak. Tapi sekarang, kupikir cukup. Aku bisa melanjutkannya lain kali lagi.