Entah karena usia 30 atau karena sudah menikah, isu finansial jadi sesuatu yang menarik. Melihat beberapa teman sudah memiliki rumah dan mobil sendiri, atau bahkan punya hobi mahal membuatku dan suami jadi mulai bertanya-tanya,

"Rasanya kita tidak seboros itu, tapi kenapa kita belum punya apa-apa ya? Gaji kita yang terlalu kecil atau gaji orang lain yang terlalu besar?"

Pembicaraan ini kemudian mengarah pada budaya hustle dan kutub seberangnya, slow living.

Jika uang bukan masalah, siapa yang tidak ingin menjalani kehidupan slow living?

Lalu kami jadi teringat masa 2020. Masa-masa awal pandemi. Yang kalau dipikirkan hari ini, rasanya tidak buruk juga. Yah, memang lebih mudah melihat hal baik dari sesuatu yang sudah terlewati sih.

Kalau dipikir ulang, pada 2020 hampir seluruh orang di dunia menjadi hidup slow living. Tidak ada yang perlu merasa takut tertinggal, karena semua orang menjalani hidup yang sama.

Keterbatasan juga melahirkan kreativitas yang menarik. Basis online meledak. Hiburan-hiburan hadir dengan bentuk yang lebih kreatif. Banyak bisnis menyesuaikan diri dengan keterbatasan. Work from home marak dimana-mana. Bahkan suami masih mampu membantu satu dua pekerjaan rumah.

Kalau boleh dibilang, rasanya seperti kembali ke masa lalu. Mungkin kembali ke era 90an, namun dengan teknologi.

2020 memang tidak seburuk itu. Tapi juga tidak berarti ingin kembali ke masa itu lagi. Beberapa hal lebih menyenangkan untuk dikenang. Masa 2020 adalah salah satunya.