Aku ingat, saat mulai memasuki fase usia nikah, banyak pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan. Tapi utamanya berkisar tentang aku. Tentang apa yang aku mau. Tentang siapa aku, dan siapa yang kubutuhkan supaya aku tidak kehilangan aku lagi. Tentang apakah aku layak dan siapa yang layak untuk aku. Sekitar aku.

Sekarang, setelah memiliki seseorang dalam hidup, pertanyaan-pertanyaan masih tetap datang. Tapi kali ini malah jauh ke dalam. Tentang bagaimana aku.

Saat ini, aku sudah memasuki fase "seharusnya punya anak". Teman seangkatanku sudah ada yang memiliki 2-3 orang anak. Bahkan beberapa adik kelasku sudah punya lebih dari dua anak. Sementara aku, sudah hampir dua tahun menikah, tanpa anak.

Sebenarnya, bukannya tidak mau. Tapi rasanya ada pertanyaan yang perlu kujawab sebelum itu. Mungkin akan selesai tahun ini. Mungkin tahun depan. Atau mungkin entah kapan.

Menjelang fase punya anak, pertanyaan tentang bagaimana aku lebih sering mencuat.

Tentang bagaimana aku kecil, bagaimana aku tumbuh, bagaimana aku bisa memiliki disorder, bagaimana kenangan-kenangan membentuk aku, bagaimana aku bisa bertahan sampai hari ini, dan bagaimana-bagaimana lainnya.

Ada banyak hal yang tidak ingin kuwariskan kalau aku punya anak. Pikiran yang kompleks dan berkabut, mood yang naik turun, perasaan berbeda, perasaan kesepian, perasaan tidak ada yang mengerti, dan lain sebagainya.

Lalu isu childfree muncul. Kerabatku tentu saja tipe yang menolak isu ini. Meski bagiku, pilihan childfree bisa menjadi logis. Tapi tentu saja akan banyak orang yang tidak terima. 

Aku tetap ingin punya anak. Namun kadang opsi tidak punya anak terdengar lebih baik. Setidaknya untukku.

Kadang, aku bingung kenapa orang lain tidak paham bahwa tidak setiap orang jadi lebih baik dengan adanya anak. Kadang aku tidak mengerti kenapa orang lain tidak percaya kalau ada pasangan yang bisa tetap saling sayang meski tanpa anak. Kadang aku kesal ketika orang lain menyuruhku punya anak agar suamiku tidak insecure atau karena orang tua kami ingin punya cucu.

Well yah, tidak semua laki-laki merasa insecure dengan hal tersebut. Dan tidak setiap laki-laki akan mencari perempuan lain karena istrinya tidak memiliki anak. Bukankah saat akan menikah, kita menikah karena cinta? Bukan karena anak?

Tapi kupikir, yasudah. Aku tidak perlu orang lain memahami. Karena aku dan pasangan yang akan menjalani. Jadi, selama kami tidak masalah dengan itu, selama suamiku memahami apa yang kami akan jalani, sudah cukup kan?