Setelah menjeda dari sosial media beberapa pekan lalu, aku menyadari bahwa ada banyak hal yang ternyata aku lupakan. Namun, kalau dirangkum jadi satu hal sebenarnya sederhana saja: Menikmati Hidup.

Terpapar sosial media rasanya seperti terpapar hal yang tidak bisa kita kontrol. Sedikit banyak, hal tersebut juga mempengaruhi banyak hal dalam hidup kita. Mempengaruhi keinginan kita, mempengaruhi hal-hal yang ingin kita lakukan (dan akhirnya tidak dilakukan).

Aku jadi mulai berpikir tentang bagaimana kita menjalani hidup saat sosial media belum ramai. Bagaimana kita menikmati hidup saat dunia kita sekecil yang mampu kita raih saja. Bagaimana kita memikirkan hidup saat yang kita tahu hanya yang kita perlu tahu saja.

Ada banyak yang berubah seiring kedatangan sosial media.

Sebelumnya, kita tidak apa-apa jika memakai pakaian yang sama berkali-kali. Tidak apa-apa hanya memiliki satu atau dua pakaian spesial untuk dipakai ke acara spesial juga. Tapi, kemudian kita menjadi lebih sadar dengan apa yang kita pakai. Dua resepsi tidak boleh memakai dua pakaian yang sama. Padahal tidak apa, toh kita sudah mencucinya.

Bukan hanya soal pakaian saja. Hal itu mulai melebar ke hal-hal yang sebelumnya tidak penting. Kebahagiaan kita jadi beralih pada angka. Berapa banyak follower, berapa banyak suka, bagaimana engagement. Yang padahal, tentu saja tidak semua akun tersebut kita kenal. Siapa yang punya seribu atau dua puluh ribu kenalan di dunia nyata?

Lalu hal-hal yang kita mau coba pun jadi terpengaruh juga. Tren makanan, tren pakaian, tren liburan, tren lagu, dan berbagai macam tren lainnya. Rasanya tidak oke kalau tidak mengikuti perjalanannya. Tapi bagaimana dengan otak kita? Bukankah jadi terisi banyak hal yang tidak penting? Hal-hal yang sebenarnya kita tidak butuh-butuh amat.

Belum lagi komentar nasihat yang tidak diperlukan. Kita jadi sakit hati karena orang yang bahkan tidak kita tahu suara dan wajahnya. Atau kita malah menyakiti orang yang bahkan tidak kita tahu siapa. Batas dunia nyata dan maya menjadi blur. Dunia maya yang tadinya sekedar jeda sekarang menjadi kehidupan.

Lalu, kita mulai mengukur kesuksesan dari apa yang nampak dan dibagikan. Tentu saja semua orang akan membagikan bahagia dan kesuksesan dalam hidupnya sendiri. Itu hal yang wajar. Tapi kadang kita jadi merasa kalau kita juga perlu menjadi "seseorang" di sosial media. Kadang lupa kalau kita tidak perlu menunjukkan pencapaian kita ke orang lain. Kita tidak perlu membuktikan apapun ke siapapun.

Mungkin kita memang perlu menjeda atau kembali seutuhnya ke dunia nyata.

Kadang aku berpikir, bagaimana jadinya ya kalau aku berhenti terkoneksi ke internet kecuali dengan cara-cara yang klasik? Sekedar blog, email, dan youtube secukupnya, misalnya. Itu saja. Tidak perlu interaksi sosial media yang demanding dengan algoritma yang berubah-ubah seterusnya.

Ada banyak hal penting yang esensial dalam hidup. Dan sosial media, sepertinya bukan salah satunya.