Bulan Ramadhan lalu, suami akhirnya memutuskan untuk membeli motor. Entah dengan pertimbangan apa, tiba-tiba saja dia minta izin untuk beli motor. Dua hari kemudian, sebuah motor sudah terparkir rapi di ruang tamu kami yang tidak seberapa besar.

Aku pribadi sebenarnya senang saja. Setelah satu tahun nikah, akhirnya kami punya kendaraan sendiri. Meskipun di sisi lain cukup sedih juga. Satu tahun tanpa kendaraan membuatku cukup nyaman untuk mengandalkan angkutan umum dan online sebagai moda transportasi utama. Walaupun yah, kuakui rasanya cukup boros juga kalau ingin pergi ke lokasi yang jaraknya dekat.

Beberapa waktu sebelum motor itu datang, suami rutin sekali bertemu dengan teman sekolahnya. Tepatnya, sahabatnya sejak sekolah sih. Katanya, mereka pergi ke UI, latihan motor. Selain senang karena dia mau latihan motor, aku juga senang karena dia akhirnya meluangkan waktu untuk temannya.

Setelah beberapa kali pergi dengan temannya, aku iseng mengajaknya pergi keluar di hari terakhir Ramadhan. Hitung-hitung latihan, barangkali besok lebaran motornya akan kami pakai silaturrahim.

Baru saja kami mengeluarkan motor dari rumah, mertua yang tinggalnya hanya sepelemparan batu dari rumah melihat kami. Diam saja sambil memperhatikan. Mungkin khawatir, mungkin berdoa. Tapi yah, akhirnya kami keluar.

Sayangnya, ternyata suami memang masih gugup kalau membawa motor di jalan raya. Lalu, ketika ada mobil dari arah berlawanan, dia kagok, dan kami jatuh. Lutut kiriku tergores dan berdarah sedikit, sementara kaki kananku rasanya perih dan panas. Kami langsung pulang setelah itu.

Siapa sangka kalau ternyata lukanya cukup besar. Setelah dicuci, suami mengoleskan madu dan minyak ke lukaku yang masih basah. Lalu pergi ke rumah mertua untuk buka puasa. Malam itu, aku memutuskan untuk shalat sambil duduk.

Hari Pertama Lebaran

Tahun lalu, kami shalat Ied di rumah mertua, dengan ayah suami sebagai imam. Tahun ini, karena masih pandemi, kami shalat lagi di rumah. Kakiku masih sulit ditekuk, jadi aku duduk di sofa. Tahun ini, suamiku jadi imam shalat ied.

Hari ini jalanku mulai agak tertatih, tapi ga masalah. Meski pelan dan sedikit dituntun, aku masih bisa lari-lari kecil. Tante dan om suami datang silaturrahmi, lalu kami lanjut pergi silaturrahmi sebentar ke rumah om-nya suami.

Sore hari, ibu dan adik-adikku datang. Kakiku tidak bisa pakai kaos kaki atau sepatu, dan sepertinya berjalan agak jauh akan merepotkan. Jadi, mereka yang datang kesini. Hari pertama lebaran dilalui dengan damai.

Aku masih bisa bolak-balik ke dapur dan segalanya. Hanya tidak bisa duduk di lantai dan bangun saja.

Hari Kedua Lebaran

Kebiasaan di keluargaku, setiap hari kedua lebaran, kami akan datang ke rumah tante dari ibu. Anak tertua dari keluarga besar ibuku. Lokasinya tidak jauh dari rumahku dan suami. Jadi, ibu memintaku untuk datang.

Sayangnya, saat bangun dari kasur, kakiku mulai terasa sakit. Apalagi kalau kaki kanannya menjadi tumpuan. Aku baru sadar kalau ternyata ada bula pada luka di kaki kanan. Semacam cairan yang muncul kalau seseorang kena luka bakar grade dua. Perih.

Aku kira, kalau dibawa jalan, pelan-pelan rasa sakitnya akan berkurang. Seperti biasanya. Ternyata tidak. Kami berangkat siang hari, dan saat memakai sandal, aku mulai kesulitan. Begitu juga saat melangkah dan turun dari mobil.

Suami mulai menunjukkan ekspresi kesal. Katanya, "Kenapa maksain datang kalau memang sakit."

Pulang dari rumah tante, kakiku makin sakit. Rasanya lelah luar biasa. Setelah mandi, aku langsung istirahat.


Hari Ketiga Lebaran

Harusnya, hari ini aku dan suami silaturrahim ke keluarga besar ayahnya suami. Tapi sejak pagi, aku tidak bisa melangkah. Sakit sekali. Bahkan turun dari kasur pun sakit. Aku masih bisa jalan, tapi sedikit sekali. Rasanya mau menangis.

Siang hari, ibu mertua datang. Memeriksa keadaan dan menyuruhku cek ke rumah sakit. Sejak kemarin, lukanya memang mulai mengeluarkan nanah. Kukira wajar. Ternyata itu tanda infeksi.

Sore hari, aku ke rumah sakit diantar suami. Sampai sana, satpam membantuku duduk di kursi roda dan perawat di UGD langsung membersihkan lukaku. Tentu saja sambil menegur. Kenapa tidak langsung, kenapa dikasih madu, dan sebagainya.

Setelah dibersihkan dan dibalut perban, aku pulang. Jarak 100 meter dari mobil ke kamar rasanya jauh sekali. Setiap melangkah, rasanya luar biasa sakit. Sejak hari ini, aku tidak turun dari kasur kecuali untuk keperluan maha penting: buang air, wudhu, dan mandi sesekali.

Rasanya aneh. Aku bahkan tidak bisa melangkah satu langkah pun. Setiap ke kamar mandi, aku meletakkan kakiku di atas kursi plastik setinggi lutut. Lalu mendorongnya perlahan-lahan. Padahal jarak kasur ke kamar mandi hanya dua atau tiga langkah saja.

Aku tidak bisa ke dapur, membuka pintu, dan kegiatan dasar lainnya. Syukurnya, suamiku baik sekali. Selama sakit, dia mengurus segalanya. Mulai dari menyapu lantai, cuci piring, bahkan membuatkan makanan. 

Saat dia bekerja, ibu mertua datang setiap siang untuk memeriksa keadaan dan memberikan makan siang. Rasanya aneh, tapi aku bersyukur. Suami dan mertua baik sekali, mereka membantu, bahkan sebelum aku meminta. Jadi, aku tidak terlalu merasa jadi beban karena harus meminta bantuan setiap kali.

Hari ini, sudah sepekan lebih sejak aku jatuh dari motor. Lukanya sudah tidak diperban, tapi aku masih belum bisa berjalan. Semoga saja semuanya cepat membaik dan sehat lagi. Aku jadi kangen melihat dapur dan pergi ke luar.