Sejak menikah, pembicaraan soal anak adalah hal yang hampir setiap pekan kami bahas, kalau bukan setiap hari. Dan tanpa terasa, hari ini sudah berjalan satu tahun lebih sejak kami memutuskan untuk menjadi pasangan.

Suatu hari, seorang teman bercerita tentang kondisinya. Bahwa sebagian orang yang menginginkan anak, ternyata tidak dapat memilikinya. Atau memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk memiliki anak dibandingkan perempuan lainnya.

Kondisi tersebut tentu saja dia diskusikan kepada calon pasangannya yang direspon dengan, "Saya tidak suka membahas sesuatu yang tidak pasti. Kenapa tidak jalani saja hal yang bisa kita jalani sekarang?"

Jujur saja, aku sedikit terhenyak dengan respon tersebut. Tapi, temanku tersebut bukan aku. Dan pasangannya bukan pasanganku. Syukurlah, hal tersebut berakhir dengan baik. Pada akhirnya, pasangannya memahami bahwa ada hal-hal yang tetap sulit meski sudah diupayakan, dan tidak apa.

Aku Perlu Jaminan

Cerita ini sebenarnya membuatku sedikit menyadari bahwa aku adalah tipe orang yang membutuhkan jaminan. Dengan kata lain, hampir selalu mencari aman. Aku tidak suka sesuatu yang belum jelas resikonya. Aku tidak suka menghadapi sesuatu yang tidak aku tahu. Apalagi jika hal tersebut adalah sesuatu yang berdampak panjang dan tidak bisa diputar balik. Seperti menikah dan memiliki anak.

Saat akan menikah, aku menanyakan semuanya pada pasanganku. Bagaimana kalau aku atau dia tidak bisa memiliki anak, apa solusi yang akan kita ambil? Bagaimana kalau aku bekerja, bagaimana kalau aku tidak bekerja? Kondisiku seperti ini, apa yang akan kamu lakukan? Apa hal yang paling kamu inginkan? Apa yang ingin kamu lakukan di masa depan? Bagaimana kalau begini, bagaimana kalau begitu, dan lain sebagainya.

Pertanyaan itu hampir selalu kutanyakan, baik secara tersirat maupun lugas. Dari beberapa orang yang sempat kukenal, hanya pasanganku sekarang yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan baik. Hanya dia saja yang dapat menjawab keraguan-keraguan yang datang. Karena itulah aku memutuskan untuk bersama dengannya. Bahkan meskipun saat itu perasaan cintaku belum terasa utuh. Namun aku tahu, suatu hari aku bisa mencintainya dengan penuh.

Perkara anak sepertinya juga sama. Ada banyak pertanyaan soal memiliki anak yang berkelindan di kepalaku. Sejujurnya, aku merasa hal tersebut bukan sesuatu yang rumit. Aku hanya perlu menemukan jawabannya saja. Sesuatu yang membuatku yakin bahwa aku mampu memiliki anak.

Tidak Ada yang Siap Jadi Orang Tua

Seseorang bilang bahwa tidak ada orang yang siap menikah, juga tidak ada orang yang siap menjadi orang tua. Tapi, saat menikah dulu, aku merasa telah siap untuk menikah. Tidak ada keraguan sedikit pun saat akan menikah dengannya. Memang sih, untuk beberapa keterampilan rumah tangga aku masih sangat perlu belajar. Bagiku itu bukan masalah. Karena bagiku, aku telah siap saat aku tidak lagi merasa ragu.

Ada banyak alasan mengapa seseorang perlu memiliki anak. Sama banyaknya dengan alasan mengapa seseorang takut memiliki anak. Namun, apapun pertanyaan dan keraguan yang datang, aku pikir perkara siap atau tidak siap adalah perkara personal.

Seseorang bisa saja bilang bahwa keberadaan anak akan melengkapi kebahagiaan, menjadi investasi pahala, tujuan utama dari menikah, dan hal-hal lain semacam itu.

Mungkin, suatu hari aku juga akan menyadari hal tersebut. Menyadari bahwa mungkin aku ingin menjadi seorang ibu dengan alasan-alasan klasik yang sederhana. Tidak apa. Kadang kala, kita perlu memutar jauh untuk memahami hal sederhana.

Namun saat ini, aku masih mencari jawaban tersebut. Masih mencari jawaban untuk menghilangkan keraguan dan rasa takut yang datang. Mencari jawaban yang membuatku yakin dan siap untuk menjadi ibu.

Mencari Siap Seperti Apa?

Sebagian orang mengira, siap adalah soal kesiapan finansial. Tapi siapa yang akan siap secara finansial untuk punya anak?

Sebagian lagi bilang soal siap menjadi orang tua. Tapi tidak ada indikator pasti soal menjadi orang tua yang baik.

Jadi kukira, ini bukan soal siap secara finansial, mungkin juga bukan siap secara keterampilan menjadi orang tua. Hanya jawaban yang bisa saja sangat sederhana dan personal.

Saat jawaban itu kudapatkan, aku yakin akan siap menjadi orang tua. Orang tua yang siap sepenuhnya. Orang tua yang merasa cukup dengan dirinya dan mampu memberikan yang terbaik pada anaknya. Orang tua yang tidak lagi melihat ke belakang dan berandai-andai akan kehidupan bebas tanpa anak. Menjadi orang tua yang penuh. Iya, aku hanya ingin menjadi orang tua yang utuh.

Persiapan menuju ke sana mungkin panjang. Mungkin saja aku akan memiliki anak tahun depan. Mungkin lima tahun lagi, atau mungkin lebih lama dari itu. Atau menikmati masa tua bersama pasangan saja. Tapi tidak apa. Mencari jawaban, menyiapkan masa depan seringkali bisa menjadi perjalanan penuh hikmah.

Saat mencari jawaban tentang pernikahan, aku melakukan perjalanan dan persiapan seorang diri. Tapi kali ini, aku tidak mencari jawabannya sendiri. Aku mencari jawaban dan mempersiapkannya bersama seseorang yang kucintai dan mencintaiku.

#30dwcjilid29 #30dwcpersiapan